Airnya jernih seperti kaca menyimpan rahasia ikan yang berbisik,karang berwarna-warni dan doa yang tak pernah henti dari langit dan bumi.
Tapi hari ini Raja Ampat tak sebiru kemarin. Ia menggelap perlahan,bukan karena badai tapi karena bayang-bayang tambang yang menjalar pelan.
Mereka datang membawa janji tentang kerja, tentang jalan, tentang kemajuan.Tapi kami tahu janji itu seperti ombak yang menipu lembut di bibir pantai, tapi menghancurkan di kedalaman.
Mereka bilang nikel adalah masa depan, untuk baterai, untuk dunia hijau. Tapi apakah hijau yang mereka maksud, harus dibayar dengan matinya hutan kami? Dengan hancurnya terumbu karang yang butuh seribu tahun untuk tumbuh?
Kami dengar burung-burung mulai pergi, cendrawasih tak lagi menari di dahan, penyu tak lagi kembali ke pasir yang ia kenal sejak kecil dan anak-anak kami mulai bertanya: "Kenapa laut jadi keruh, ayah?"
Oh, anakku... bagaimana menjelaskan pada kalian bahwa tanah tempat nenek moyang kita menanam sagu kini berubah jadi lubang dalam penuh racun dan logam?
Kami tidak anti kemajuan, kami bukan penolak pembangunan.Tapi kami percaya tidak semua tanah bisa dibeli, tidak semua karang bisa diganti dengan uang, dan tidak semua luka bisa sembuh oleh janji investasi.
Di tiap hembusan angin Raja Ampat, ada nyanyian leluhur yang terus berseru: "Tanah ini bukan hanya tanah. Ia ibu. Ia roh. Ia rumah."
Apakah kalian yang datang tahu artinya kehilangan rumah? Apakah kalian tahu rasa kehilangan tanpa bisa mengulang?
Kami menolak jadi korban di tanah sendiri. Kami menolak melihat anak cucu kami tumbuh dengan laut yang mati dan gunung yang retak. Kami menolak diam, sebab alam pun bersuara meski kalian tak mendengar.
Bila air laut bisa menangis, ia sudah membanjiri kota. Bila karang bisa berteriak, langit akan retak oleh jeritnya.
Raja Ampat bukan tambang. Ia taman. Ia kitab. Ia pelajaran tentang keseimbangan, yang tak bisa dibeli, dijual, atau dikuasai.
Biarlah nikel tetap di perut bumi, biarlah kekayaan kami tetap di atas tanah, udara yang bersih, laut yang jernih, dan hati yang damai melihat langit terbuka.
Jangan ubah kami jadi angka statistik. Jangan bungkam kami dengan kontrak kaku. Kami hanya ingin hidup…seperti dahulu, bersama laut, bersama hutan, bersama alam yang setia menjaga.
Jember, 06 Juni 2025

0 Komentar