doc/google

Di balik bukit dan hutan Papua

terdengar dentang alat berat bekerja
bukan lagu alamt api jeritan bumi
yang dilukai demi kilau emas tak suci.
Freeport nama besar penuh cerita
namun tak semua kisahnya jujur adanya
Ada tangan-tangan gelap bermain
menggali lebih dari yang disetujui diam-diam 
mencuri dari perut negeri

Tanah leluhur dijual diam-diam

air sungai berubah warna dan rasa
anak-anak kehilangan ladang bermain
diganti lubang dan debu tak bermakna
Apakah ini kemajuan?
Jika yang kaya semakin kenyang
sementara rakyat menatap kosong
dalam peluh, lumpur, dan dendam.

Kami tidak anti kemajuan

tapi tolong jangan kau curi dalam diam
Karena emas itu bukan hanya batu
ia adalah darah, tanah, dan air ibu.
Di lumbung emas yang tak pernah kosong
siapa sebenarnya yang jadi raja?
Anak negeri jadi penonton bisu
di tanah sendiri jadi tamu yang malu.

Lisensi legal jadi tameng kebohongan

tapi di balik meja ada transaksi gelap
Hukum dibeli mulut dibungkam
sementara alam terus dicekik pelan
Gunung-gunung tak lagi bernyanyi
ditelanjangi tanpa izin
atas nama “izin yang tak terlihat,”
mereka merampok dengan dasi dan senyum manis.

Mama jual pinang di pinggir jalan

anaknya batuk karena debu tambang
Sementara helikopter Freeport terbang
membawa hasil bumi ke negeri seberang.
Keadilan bukan hanya soal hukum
tapi tentang siapa yang menangis diam-diam
Tentang siapa yang kehilangan banyak
dan siapa yang menari di atas derita orang lain


Jangan tanya kami tentang bendera

jika di bawahnya hanya ada luka
Jangan ajari kami arti “merdeka,”
kalau tambang masih jadi rantai tak kasat mata.
Kami ingin hidup bukan hanya bertahan
Kami ingin suara bukan hanya diam
Hentikan semua yang tak adil ini
karena emas yang kau curi
sedang mengalir jadi darah di hati kami.


Jember, 07 April 2025